Labels

Rabu, 26 September 2012

Panggilan Menakutkan


Oleh : M. Arifuddin*

Mbah Rumini adalah seorang janda 68 tahun. Ia tinggal di debuah panti jompo di tempat tinggalnya,  yaitu di desa Madani. Mbah Rumini bekerja sebagai juru masak di salah satu rumah makan di desanya. Gajinya tidak besar, tapi cukup menghidupi dirinya yang tingggal sebatangkara. Bahkan ia masih bisa menabung dari gajinya tersebut, setelah dipotong untuk keperluan sehari-hari.
  Mbah Rumini punya cita-cita besar, ia ingin naik haji. Sebenarnya cita-citanya itu sudah lama bersemanyam di hati dan pikirannya. Bahkan cita-cita itu hampir tercapai. Tapi sayang, takdir berkata lain. Ketika itu musibah datang menimpa keluarga mbah Rumini.
Suatu hari ketika keluarga mbah Rumini sedang sibuk memersiapkan hajatan untuk keberangkat hajinya, tiba-tiba terjadi gempa bumi berkekuatan 10,5 SR dengan kedalaman 5 KM lokasi 2,4LU 92,99BT. menggoncang desa Madani. Tak dipungkiri gempa tersebut telah memporak-poradakan desa Madani.
Setelah lima belas menit pasca gempa, datanglah tim SAR melakukan evakuasi di lokasi gempa. Dari evakuasi yang dilakukan tim SAR yang dibantu oleh warga setempat yang masih selamat, terdata ada sepuluh korban jiwa, lima luka ringan dan satu mendapatkan perawatan khusus.
Bencana ini membuat mbah Rumini sangat terpukul. Karena cucu kesayangannya harus meninggal di depan matanya. Ketika itu sang cucunya tertindih reruntuhan tembok. Tetapi ketika itu Mbah Rumini tidak dapat berbuat apa-apa. Karena saat itu kaki kirinya tertimpa  reruntuhan tembok. Sehingga kaki kirinya patah dan membuatnya pincang sampai sekarang.
Sang cucunya hanya bisa berteriak,”Mbah…Mbah…Mbah…”, hingga suara itu semakin mengecil dan kemudian menghilang. Setelah itu mbah Rumini hanya bisa meneteskan air mata dan menyesali akan takdir yang menimpa cucunya.
Hari demi hari Mbah Rumini tinggal di penampungan korban gempa tersebut dan tanpa disadari sedikit demi sedikit tabungan Mbah Rumini berkurang untuk mengobati kaki kirinya yang patah. Tapi Mbah Rumini tak pernah putus asa untuk menggapai cita-citanya, berhaji ke Baitullah.
* * *
Malam itu Mbah Rumini tidak bisa memejamkan matanya. Padahal malam itu terasa sangat dingin dan tenang serta jam dinding menunjukan jam 24.00 WIB. Berbagai cara dilakukan Mbah Rumini untuk memjamkan matanya. Mulai dengan menenangkan pikiran dengan berwudhu bahkan ia sempatkan untuk mmbaca al-Qur’an dua halaman serta shalat dua raka’at. Setelah merasa tenang, barulah Mbah Rumini mencoba merebahkan badanya di atas tikar butut peninggalan almarhum suaminya. Baru saja Mbah Rumini akan memejamkan matanya, tiba-tiba ada suara aneh yang memangginya.
“Mbeh…Mbeh….Mbehh…..”
Jika didengar dengan saksama, suara itu mirip dengan suara orang yang tercekik. Dan tanpa memedulikan rasa takut yang dirasakan oleh Mbah Rumini, suara itu terus saja memanggil dirinya tanpa henti. Padahal Mbah Rumini baru saja akan memejamkan matanya.
Suara itu tidak hanya membuat takut Mbah Rumini saja, tapi seluruh penghuni panti jompo Darul Tsaiyyib ketakutan. Saking takutnya mereka dengan suara itu, sehingga Mbah Rumini menjadi ‘terdakwa’ penyebab datangnya suara itu. Tuduhan itu sangat beralasan, karena ketika terjadi gempa di desa Madani delapan tahun silam, Mbah Rumini tidak menolong cucunya yang tertindih tembok. Padahal ia ada di depanya.
“Mbah Rumini…!! Cepat suruh pergi cucumu itu dari sini, jangan membuat kami takut,” kata Mbah Iyem yang kebetulan sekamar dengan mbah Rumini.
Tak berhenti disitu saja, Bu Tumikro selaku kepala panti jompo Darul Tsaiyyib juga ikut ketakutan. Terlihat dari raut wajahnya yang pucat dan bercucuran keringat. Kemudian Bu Tumikro berkata “Sudahlah Mbah Rumini, cepatlah kau suruh pergi jauh cucumu itu. Jangan menggangu kami seperti ini, karena alam kita berbeda.”
Dengan perasaan bimbang Mbah Rumini pun berkata, ”Baiklah…! Kalian tidak usah takut, karena cucuku tidak akan menggangu kalian. Karena dia sudah meninggal dan tidak akan hidup kembali.” kata Mbah Rumini menenangkan penghuni panti jompo tersebut. Sungguh, sebenarnya Mbah Rumini amat-sangat ketajutan ketakutan.
Ajaib, dari perkataan Mbah Ruini tadi, para penghuni panti tidak ketakutan lagi. Akhirnya para penghuni kamar panti jompo Darul Tsaiyyib dapat memejamkan matanya kembali. Tapi lain halnya dengan mbah Rumini sendiri. Ia tidak bisa memejamkan matanya karena suara itu terus memanggil dirinya. Untuk menghilangkan rasa takut tersebut, Mbah Rumini membaca ayat Kursi dan tiga Qul serata ditambah dengan do’a-do’a yang dihafalnya ketika di TPA dulu.

* * *
Tak terasa waktu menunjukan pukul 02.00 WIB. Tetapi suara itu tidak kunjung hilang. Padahal mulut Mbah Rumini sudah berbusa karena membaca ayat-ayat al-Qur’an yang dihafalnya ketika di Madrasah Aliyah dulu. Karena tidak kuat menahan matanya yang tinggal ‘lima watt’, akhirnya Mbah Rumini tertidur juga. Seiring dengan itu, suawara lenakutkan tersebut semakin mengecil.
Belum lama Mbah Rumini terlelap, suara adzan subuh pun berkumandang. Sehingga membuat Mbah Rumini terbangun dari tidurnya. Kemudian berwudhu dan menunaikan shalat Subuh. Tapi alangkah terkejutnya Mbah Rumini karena ia masih mendengar suara aneh itu masih memanggilnya. Sekalipun suara itu sudah mengecil bahkan hampir tak terdengar.
Langit sudah terlihat cerah dan jam pun menunjukan jam 06.45 WIB, tapi suara itu masih tetap memanggilnya. Dengan hati yang berdebar Mbah Rumini memberanikan diri untuk mencari sumber suara itu. Alangkah terkejutnya Mbah Rumini ketika mendapati sumber suara itu dan ternyata suara itu hanyalah suara kambing yang lehernya tercekik oleh tali yang mengikatnya. Mbah Rumini pun menolong kambing itu dengan melonggarkan tali yang mengikatnya.
Akhirnya Mbah Rumini dapat menyimpulkan bahwa suara yang tadi malam terdengar itu hanyalah suara seekor kambing yang tercekik. Sehingga bunyi suara kambing menjadi ”Mbeh…Mbeh….Mbehh…..” Dan bukan suara cucunya.
Setelah menyelamatkan kambing tadi, Mbah Rumini menceritakan kepada penghuni panti jompo yang lain, bahwa sumber suara yang tadi malam membuat mereka ketakutan adalah suara kambing yang tercekik. Sepontan saja mereka tertawa terbahak-bahak ketika mendengar cerita Mbah Rumini tadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar