Labels

Senin, 18 Februari 2013

Indahnya Kejujuran


 Oleh *M. Arifuddin
Seorang sopir taksi Singapura dipuji sebagai pahlawan setelah ia mengembalikan uang senilai 1,1 juta dolar Singapura (sekitar Rp8,6 miliar) dalam bentuk tunai kepada pasangan Thailand yang sedang berlibur dan meninggalkan uang dalam taksinya.
Sia Ka Tian (70) terkejut menemukan uang dalam kantong kertas hitam di kursi belakang taksinya setelah ia menurunkan pasangan tersebut di sebuah pusat perbelanjaan.
Namun ketika ia membawa uang itu ke kantor perusahaan transportasi ComfortDelGro kantor perusahaan tempat ia bekerja, rekannya yang merasa kaget menghitung bahwa jumlahnya sebesar 1,1 juta dolar Singapura (sekitar Rp8,6 miliar) dalam lembaran ribuan dolar.
“Uang itu tidak penting bagi saya. Itu bukan milik saya, jadi bagaimana saya bisa menggunakannya?,” katanya kepada surat kabar.
Dari kejadian itu, Sia menerima hadiah uang tunai dengan jumlah yang dirahasiakan dari pasangan tersebut, yang tidak disebutkan namanya, dan pihak perusahaan juga berencana untuk memberikannya sebuah penghargaan atas layanan kinerjanya yang bagus.
Dari kisah di atas kita mendapat sebuah pelajaran yang amat sangat berharga, pasalnya kejujuran itu tidak akan pernah tumbuh jika kita tidak membiasakannya hadir pada diri kita. Cobalah kita bayangkan jika sifat jujur sudah menjadi hal yang langka, maka setiap orang akan saling curiga terhadap orang-orang di sekitarnya. Tapi sungguh ironi jika melihat realita saat ini, kejujuran sudah menjadi barang langka di negri kita. Bahkan, orang jujur akan mendapat cela dari orang-orang di sekitarnya. Namun sebaliknya, orang-orang pendusta malah menjadi public pigur di negri kita. Padahal kejujuran adalah salah satu nilai jual kita untuk bisa masuk ke surga.

Secarik Pesan dari Anak Ayam


Oleh:*M.arifuddin
Sore itu aku berdiri di belakang rumah saya, tiba-tiba saya melihat ada seokor induk ayam dan tiga ekor anaknya yang mencoba memanjat sebuah pohon Akasia yang  berada persis di depanku. Untuk memudahkan ayam itu memanjat ke pohon tersebut, Bapakku membuatkan tangga dari sebatang pohon untuk ayam tersebut.
Singkat cerita induk ayam itupun lebih dulu memanjat ke pohon tersebut, kemudian disusul dengan ketiga anaknya. Anak ayam pertama bisa melewati tangga tersebut dengan selamat, padahal di bawah tangga tersebut ada parit atau selokan yang sedang penuh dengan air. Kemudian giliran anak ayam yang kedua. Ketika itu aku melihat anak ayam ini terlihat pesimis, pasalnya ia berhenti di tengah-tengah tangga tersebut dan selalu memandang ke selokan yang ada di bawahnya. Di tengah ketegangan yang dialami oleh ayam kedua, tiba-tiba anak ayam yang ketiga datang menyusul untuk melewati tangga tersebut. Tanpa memperdulikan ayam yang kedua, ayam ketiga menjoba melompatin ayam yang kedua ini lantaran menghalangi langkahnya, dengan tujuan agar ia sampai lebih cepat. Tapi diluar perkiraan ayam yang ketiga, ia jatuh tepat di atas ayam yang kedua, sehingga membuat kedua ayam itu terjatuh ke selokan.
Ketika itu timbul rasa iba di hatiku untuk menolong kedua ayam itu, tapi hal itu aku urungkan, karena aku melihat ayam tersebut dapat menyelamatkan dirinya sendiri dengan berenang ke tepi selokan. Saat itu aku berfikir kalau ayam tersebut tidak akan lagi memanjat pohon Akasia itu, karena mereka sudah kecebur kedalam selokan. Tapi di luar prediksiku, ternyata kedua anak ayam tadi kembali memanjat pohon tersebut melalui tangga yang sama. Alhamdulillah kali ini kedua ayam tersebut selamat sampai ke salah salah satu dahan pohon yang di sana sang induk bertengger.

Kamis, 07 Februari 2013

Aku Bukan Untukmu


Oleh: Ghifari*

Hari itu langit terlihat meringis lantaran gerimis selalu metetes, laksana butiran-butiran keristal bening yang berhambur dari gumpalan awan yang lagi cemberut dengan wajah muram keabu-abuan. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangatku untuk menuntut ilmu di salah satu Universitas swasta di kotaku. Tapi tiba-tiba HPku berdering hingga menbuyarkan wirid pagiku yang tinggal satu lembar lagi.
“Kringg.. kringg.. kringg..” (telpon bordering)
“Maaf.., ini siapa yach?..” seraya menggaruk kepala.
“Ini Nisa.., kak” kata suara disebrang sana.
“Begini kak, aku ingin menayakan suatu hal yang amat serius buat kaka dan kak Niar” sambung orang di sebrang sana..
“Apa itu dik?..” tanyaku penasaran seraya memfokuskan pendengaranku.
“Apakah kaka siap untuk menjadikan kak Niar sebagai pendamping hidup kaka dalam waktu dekat ini, karena ka’ Niar tidak ingin hubungan kaka dan ka’ Niar berlarut-larut tanpa ada kejelasan” kata Nisa dengan tegas.