Labels

Senin, 02 Juli 2012

PANDANGAN ORIENTALISME TENTANG MUHAMMAD sallahu alaihi wassalam

Di susun oleh :
Iskandar
Ahmad rabbani
M. arifuddin 
Irwan

Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al – Hakim
Hidayatullah Surabaya
2011 – 2012


DAFTAR ISI

Cover .....................................................................................................................................................1
Daftar Isi .................................................................................................................................................2
Kata Pengantar .......................................................................................................................................4
Bab I Pendahuluan ..................................................................................................................................3
Bab II Pembahasan .................................................................................................................................5
Bab III Penutup .....................................................................................................................................10
Daftar Pustaka .......................................................................................................................................11


PENDAHULUAN

Alhamdulillah puji sukur kami haturkan kehadirat ALLAH SWT yang memberikan kami kekuatan untuk dapat menyelesaikan penulisan ini serta salam kami yang tak putus – putusnya kepada manusia yang sempurna, cerdas luar biasa yaitu baginda nabi Muhammad SAW yang membimbing umat manusia dari kenistapaan hidup, dari manusia yang hidup tanpa aturan menjadi ummat yang disiplin dan kaya akan ilmu pengatahuandan mengetahui mana yang benar dan yang batil.
Ucapan terimakasi kami ucapkan kepada teman teman kami, dosen-dosen kami, dan banyak lagi yang tak dapat kami sebutkan satu persatu, yang sangat membantu kami dalam menyelesaikan penulisan ini baik membantu secara moral atau material.
Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini, begitu pula tulisan ini yang jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya untuk perbaikan di kemudian harinya.
Semoga saja apa yang penulis curahkan berupa tinta – tinta tulisan ini dapat bermanfaat buat kita semua dan menambah pengetahuan kita mengenai ilmu  ” PANDANGAN ORIENTALISME TENTANG NABI MUHAMMAD“.
Amien yaa Robbalalamin.

BAB I
KATA PENGANTAR

Sebagai mana kita ketahui akhir – akhir ini umat islam sering diserang oleh orang-orang kafir baik dengan menghancurkan generasi muda islam atu mengeluarkan pendapat-pendapat yang sangat kontrafersional yang dapat menyulut emosi umat islam, mereka menggunakan dalil yang sangat bertentangan dengan islam, atau mereka menafsirkan agama islam itu sesuai dengan kemaun mereka.
Slah satu yang sangat gencar mereka serang yakni masaah kenabian yakni nabi Muhammad S.A.W yang mana mereka mengeluarkan pendapat yang sangat-sangat menghina umat islam pada umumnya dan nabi Muhammad pada hususnya.
Berangkat dari yang demikian itulah kami sebagai penulis, di samping tuk menjalankan tgas sebagai tugas akademik penulis penulis mencoba mengangkat pandangan orientalisme terhadap nabi Muhammad S.A.W.


BAB II
PEMBAHASAN
Definisi orientalisme
Definisi Orientalisme secara bahasa[1]
 Oriental dalam Bahasa Indonesia berarti mengenai dunia timur atau negara-negara timur. Sedangkan orientalis berartikan ahli bahasa, kesusastraan, dan kebudayaan bangsa-bangsa timur .
 Orientalisme dalam bahasa arab biasa disebut Al-Istisroq. Yang berarti mempelajari ilmu ketimuran dan bahasanya.
Dalam kamus-kamus bahasa Eropa(Inggris,Jerman,Prancis) ada pemaknaan yang berbeda tentang maksud dari kata timur atau orient. Timur disini bukan berarti Negara-negara timur secara geografis. Tetapi kata timur disini dititik beratkan pada timur yang berhubungan dengan tempat terbitnya matahari, cahaya dan petunjuk terang(Morgenland). Ini kebalikan dari kata barat sebagai tempat terbenamnya matahari(Abenland). Hal ini disampaikan oleh Sayyid Muhammad syahid dalam definisinya tentang orientalisme dengan merujuk kamus-kamus bahasa Eropa.

Definisi Orientalisme secara Istilah
   Ada beberapa definisi Orientalisme. Walau memiliki bermacam definisi, tetapi makna dan substansinya sama. Yaitu mengenai pembelajaran orang-orang barat terhadap dunia ketimuran.


Awal Muncul Orientalisme
   Para ilmuan islam yang mendalami orientalisme berbeda pendapat dalam membatasi kapan awal munculnya orinetalisme. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang mereka dalam mendefinisikan orientalis itu sendiri. Apakah orang barat yang hanya berkunjung ke timur disebut orientalis?atau apakah orientalis adalah orang-orang barat yang menulis tentang dunia ketimuran?, atau orientalis adalah orang-orang barat yang belajar dan memperdalam ilmu ketimuran dengan tujuan apapun?. Dari inilah para ilmuan islam berbeda pendapat:
1.Orientalisme muncul pada akhir abad ke-7 Masehi. Pendapat ini bersandar pada adanya tulisan-tulisan keislaman oleh beberapa pemuka Kristen saat itu. Seperti halnya Yuhana Ad-Damasqy . 
2.Dikatakan bahwa Orientalisme muncul pada abad ke-10 Masehi ketika para pelajar barat mulai mempelajari ilmu ketimuran yang saat itu dipimpin langsung oleh seorang pemuka gereja katolik berkebangsaan prancis. Ia telah mempelajari bahasa Arab di Qurtuba. Kemudian kembali ke negaranya guna menduduki posisi sebagai Baba . 
3.Bahwa Orientalisme tumbuh pada abad ke-12 Masehi. Hal ini diperkuat oleh munculnya beberapa karya orientalis saat itu. Seperti adanya terjemahan pertama makna Al-Qur’an. Begitu juga adanya kamus pertama Latin-Arab.
4.Sebagian ilmuan dan pemikir Islam berpendapat bahwa Orientalisme adalah dampak dari perang salib yang merupakan fase akhir dari rentetan perang antara islam dan Kristen secara militer. Hal tersebut berangkat dari keyakinan para tentara Salib dari kaum Kristen bahwa Islam tidak akan pernah bisa dikalahkan dengan militer. Mereka kaum muslimin memiliki keyakinan hati yang sangat kuat. Mereka sangat gigih dan tidak akan pernah ciut dengan pedang dan senjata. Satu-satunya cara guna meruntuhkan dan mengalahkan islam adalah memisahkan mereka dari agama mereka yaitu dua pegangan abadi Al-Quran dan Sunnah. Dan inilah yang nantinya kemudian di kenal dengan istilah perang pemikiran(Gozwu Al-Fikr). Salah satu metode ampuh barat menghancuran islam. Sejak itulah pemuka-pemuka gereja gencar mempelajari Islam. pembelajaran mereka terhadap Islam tidak berangkat dari keimanan yang bisa memperkuat keyakinan mereka kepada ajaran Muhammad SAW. Tetapi sebaliknya guna mencari celah dalam islam yang memungkinkan melemparkan keragu-raguan dihati umat muslim.
 5.Ada juga beberapa ilmuan islam yang berpendapat bahwa munculnya Orientalisme sejak abad ke-18. berawal dari ofensi Napolion seorang berkebangsaan prancis kepada mesir dan negeri-negeri timur lainnya pada tahun 1213 Hijriyah atau 1798 Masehi. Kendatipun ini adalah ofensi militer, tetapi saat itu Napolion juga ditemani sejumlah ilmuan dan pakar.

B. Pandangan Orientalis Terhadap Nabi Muhammad SAW
   Peter, pendeta di Maimuma, menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi palsu. Yahya ad-Dimasyqi atau dikenal juga sebagai John of Damascus (750 M) juga menulis dalam bahasa Yunani kuno kepada kalangan Kristen Ortodoks bahwa Islam mengajarkan anti-Kristus. John of Damascus berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang penipu kepada orang Arab yang bodoh. Dengan liciknya, dia mengatakan bahwa:
`Muhammad bisa mengawini Khadijah sehingga mendapat kekayaan dan kesenangan. Dengan cerdasnya, Muhammad menyembunyikan penyakit epilepsinya ketika menerima wahyu dari Jibril. Muhammad memiliki hobi perang karena nafsu seksnya tidak tersalurkan.'[2]
   Senada dengan John of Damascus, Pastor Bede dari Inggris yang hidup pada tahun 673-735 M berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang manusia padang pasir yang liar (a wild man of desert). Bede menggambarkan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang yang kasar, cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosial yang rendah, bodoh tentang dogma Kristen, dan tamak kuasa. Sehingga ia menjadi penguasa dan mengklaim sebagai seorang Nabi.
   Pada zaman pertengahan Barat, sikap menghina Nabi Muhammad Saw terus berlanjut. Namun dengan pendekatan yang lebih lunak. Pada saat itu, Nabi Muhammad Saw disebut sebagai Mahound, atau juga Mahoun, Mahon, Mahomet, dan Machmet, yang sinonim dengan setan dan berhala di dalam bahasa Prancis dan Jerman. Jadi, Nabi Muhammad Saw bukan hanya dianggap sebagai seorang Nabi palsu, bahkan lebih dari itu, Nabi Muhammad Saw merupakan seorang penyembah berhala yang disembah oleh orang Arab yang bodoh.[3]
   Pada era Renaissance (zaman kelahiran kembali) Barat dan zaman Reformasi Barat, imej buruk terus berlanjut. Marlowes Tamburlaine menuduh al-Quran sebagai karya setan. Lebih parah lagi, Martin Luther menganggap Nabi Muhammad Saw sebagai orang jahat dan mengutuknya sebagai anak setan. Pada zaman pencerahan Barat, Voltaire menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai fanatik, ekstremis, dan pendusta yang paling canggih. Biografi Nabi Muhammad Saw beserta al-Qur’an terus menjadi sasaran.
   Klimovich, yang menulis sebuah artikel diterbitkan pada tahun 1930 dengan berjudul `Did Muhammad Exist?'. Dalam artikel tersebut, Klimovich menyimpulkan bahwa semua sumber informasi tentang kehidupan Nabi Muhammad Saw adalah dibuat-buat. Nabi Muhammad Saw adalah fiksi yang wajib karena selalu adanya asumsi bahwa setiap agama harus mepunyai pendiri. Sikap para Orientalis seperti itu tidak bisa disederhanakan kategorisasinya menjadi Orientalis klasik yang berbeda dengan Orientalis kontemporer.[4]
   Kemudian gerakan ini dilanjutkan oleh Orientalis kontenporer yang tetap mengusung gagasan Orientalis klasik sekalipun dengan kadar, level, cara dan strategi yang berbeda. Intinya sama saja yaitu mengingkari kenabian Nabi Muhammad Saw dan kebenaran al-Qur’an. Penolakan seperti itu adalah `loci communes' (common places) dalam pemikiran para Orientalis. Ini bisa dimengerti karena eksistensi agama mereka tergugat dengan munculnya Islam. Karena hal ini juga, wajar jika kajian mereka kepada Nabi Muhammad Saw dan al-Quran tidak dibangun dari keimanan, sebagaimana sikap seorang Muslim.
   Para Orientalis beranggapan bahwa wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW sebenarnya merupakan sebuah hasil dari pengadopsian dari berbagai tradisi Yahudi, Kristen, dan Persia. Begitu juga dalam artikel J. Bryan, yang sedikit menceritakan bagaimana proses Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyunya:
`Mohammad dalam tahun-tahun awal, memiliki kesamaan dengan para pedagang Mekah, akrab dengan ajaran adat yang melingkupi berbagai doktrin yang diajarkan oleh tokoh Ibrani, sebuah bangsa yang baik, dalam bentuk yang tidak jelas dan membingungkan. Ia telah mempelajari sebagian hal ini dalam kabilah dagangnya yang ke Suriah, dan dalam beberapa kunjungannya ke pertemuan-pertemuan syair, nenek moyang Welsh Eisteddfod, yang diadakan secara rutin di Okadh dan kota-kota lainnya, di mana masalah-masalah keagamaan dibicarakan secara terbuka. Ia mendapatkan pengetahuan yang lebih jelas dan dalam dari kaum Hanif, sebuah lembaga kecil yang beranggotakan para pencari kebenaran, warga Mekah, dan para pelajar tentang Judaisme dan Kristen yang tekun. Ia karenanya terbina untuk menolak pemberhalaan dan menerima formula monoteistik yaitu formula La Ilaaha Illallah… Banyak ayat Mekah di dalam al-Quran ditasbihkan kepada kisah Nabi, diambil dari sumber-sumber Ibrani'.[5]
   Lain lagi dengan teori prasangka yang dibangun oleh Henri Lammens yang mengatakan bahwa: `Mohammad memandang dirinya sebagai seorang Nabi suci, ia hanya diutus untuk menjadi Nabi bangsa arab, tapi para muridnyalah yang menjadikannya penuntun agung seluruh manusia.
   Antara lain konsekuensi pendekatan historicity yang mereduksi fakta, adalah seperti yang terjadi pada sirah tentang surat perjanjian pemboikotan atas Nabi Saw oleh kaum Quraisy yang dimakan rayap dan tersisa hanya tulisan Bismillah. Semaklah komentar Sprenger berikut:
`Keadaan ini (surat perjanjian yang dimakan rayap) telah dibesar-besarkan sebagai suatu nukjizat, tapi bagi mereka yang pernah tinggal di iklim tropis akan menganggapnya bukan hal yang luar biasa.'[6]
   Misalnya lagi komentar Orientalis terhadap karir keberhasilan Nabi Muhammad Saw dalam misinya menyiarkan syi'ar. Bagi Voltaire dalam karyanya, `essai surles mœurs' dan `Mahomet', keberhasilannya karena didorong oleh faktor ambisi dan komunitasnya, dan bukan karena faktor elemen-elemen agama.
   Sementara itu, Washington Irving mengomentari keberhasilan dakwah Nabi Muhammad Saw itu disebabkan oleh mimpi dan monomania. Begitu juga dengan kesimpulan Crawford H. Toy yang mengatakan:
`Hal itu dikarenakan gugup oleh kegembiraannya karena dia memiliki pandangan-pandangan yang tidak bisa dibedakannya dengan kejadian-kejadian nyata.'[7]
   Komentar itu diberikan Toy atas turunnya Surah al-Lahab di mana Nabi Muhammad SAW berinteraksi dengan salah satu pamannya Abu Lahab. Bagi Toy, Surah al-Lahab adalah merupakan sebuah ekspresi kebencian yang bersifat pribadi yang seterusnya menjadi religious hatred. Sedangkan Torrel membangunkan teori khayalan, dengan menganggap adanya timbal balik antara pengalaman keberagamaan Nabi Muhammad Saw dengan pernikahannya dengan Siti Khadijah yang lebih tua. Worrel mengatakan:
`Muhammad telah mengembangkan bakat puisi dan kenabian pada tahun-tahun akhir pernikahannya dengan Khadijah, dan kehilangan kedua bakat ini selama tiga belas tahun dimasa banyak pernikahannya yang lain.'[8]
   Selain itu, para orientalis menuding bahwa poligami nabi Muhammad sebagai bukti bahwa libidonya sangat tinggi. Seandainya beliau seorang nabi, niscaya akan disibukkan oleh urusan dan tugas kenabiannya dari pada sibuk dengan wanita.
   Dengan alasan inilah, A. L. Tibawy secara khusus menulis dengan sangat terperinci sebagai ungkapan kritik terhadap sikap para sarjana Orientalis yang apriori, berprasangka, dan tidak objektif dalam studi Islam ataupun studi sirah Nabi Muhammad Saw

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
   Dari pemaparan di atas, maka dapatlah diringkaskan bahwa sesungguhnya para Orientalis akan terus menerus mengomentari dan melontarkan berbagai pandangan mereka perihal Nabi Muhammad SAW, baik secara konstruktif, lebih jauh lagi secara destruktif.
   Semulia apapun kedudukan Nabi Muhammad Saw di mata kaum Muslimin dan para penjunjung yang lain, tetap tidak akan mengubah pandangan para Orientalis terhadap beliau. Faktor ini bukanlah disebabkan oleh kelemahan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang manusia biasa sekaligus utusan Tuhan Yang Maha Esa yang selalu dimuliakan di mana-mana, tetapi dikarenakan oleh sikap mereka sendiri yang apriori, berprasangka, dan tidak objektif terhadap Nabi Muhammad Saw.
   Keadaan ini akan terus berlanjutan sehingga ke akhir hayat dunia ini menemui waktu penghabisannya. Begitulah nasib para Orientalis dari satu generasi kepada generasi yang lain, di mana mereka akan terus mewarisi kejahilan dan kegelapan, serta akan terus meraih kerancuan berfikir dan tenggelam di dalam kesombongan.

Saran-saran
   Sebarapa besar bagaimana pun hujatan yang dilancarkan oleh para orientalis, seyogyanya tidak menyurutkan kadar keimanan kita sebagai muslim yang pastinya meyakini bahwa Islam merupakan agama yang paling benar. Justru kita harus semakin giat untuk mengembangkan wawasan keagamaan, sehingga kita bisa mengkonter apa yang kemudian diwacanakan oleh para orientalis.
Seiring dengan perkembangan jaman maka varian metode dan kajian mereka akan semakin berkembang pula. Maka dari itu, sebagai kader penerus yang memegang tongkat estafet pengemban tugas kejayaan Islam, maka sudah merupakan kewajiban kita untuk mengatasi upaya-upaya yang akan terus-menerus melakukan serangan terhadap Islam

DAFTAR PUSTAKA
Badawi, Abdurrahman, Ensklopedi Tokoh Orientalis, Yokyakarta: LKiS, 2003.
Basir, Muhammad, Pandangan Kaum Orientalis Terhadap Islam, Yokyakarta: Bentang, 2003.
Jamal, Ahmad Muhammad, Membuka Tabir; Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam, Bandung: CV. Diponogoro, 1991.
Nasir, Malki Ahmad, Orientalis dan Sirah Nabi Muhammad SAW; Sketsa Awal, Islamia: Kerancuan Orientalis dalam Kajian Islam, Jakarta: Khairul Bayan, 2006



[2] Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir; Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam. (Bandung: CV. Diponogoro, 1991). hlm. 309

[3] Ibid. hlm. 309
[4] Muhammad Basir, Pandangan Kaum Orientalis Terhadap Islam, (Yokyakarta: Bentang, 2003) hlm. 197

[5] Muhammad Basir, Pandangan Kaum Orientalis Terhadap Islam, (Yokyakarta: Bentang, 2003) hlm. 211
[6] Ibid. hlm. 212

[7] Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir; Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam, (Bandung: CV. Diponogoro, 1991). hlm. 324
[8] Malki Ahmad Nasir, Orientalis dan Sirah Nabi Muhammad SAW; Sketsa Awal, Islamia: Kerancuan Orientalis dalam Kajian Islam, (Jakarta: Khairul Bayan, 2006). hlm. 75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar