Judul Buku : Mencetak Kader
Penulis : Manshur Salbu
Penerbit : Hidayatullah Publishing
Edisi : Cet-1, Juni 2009
Tebal : xiii + 360 Halaman
Peresensi : Mustavidah M. Salbu
Janji
dan tekad untuk terus berdakwah tidak pernah berhenti bergetar
merangsang seluruh persendian dan tidak pernah terhapus sedikitpun dari
memorinya. Sebagai tindakan awal yang ia lakukan adalah memprakarsai
sebuah pengganyangan judi secara besar-besaran di kota Makassar yang
mengakibatkan ia dikejar-kejar oleh penanggung jawab keamanan di kota
besar Makassar. Sebab dianggap melakukan tindakan mengacaukan kota tanpa
persetujuan dari aparat keamanan.
Pemuda tanpa
rasa rasa takut itu adalah Muhsin Kahar yang akhirnya berganti nama
menjadi Abdullah Said. Selanjutnya, bersama kawan-kawan yang setia
mendampinginya, Abdullah Said mendirikan sebuah Pesantren Hidayatullah.
Cita-cita yang sempat membuatnya dianggap penghayal agung. Namun, mampu
diwujudkannya dalam sebuah karya nyata yang masih eksis hingga sekarang.
Lembaga yang memiliki empat dimensi. Yakni, lembaga pendidikan, sosial,
dakwah dan perjuangan.
Semua
berangkat dari sebuah pemikiran brilian seorang Abdullah Said, kiai
pioner yang mampu berpikir besar di dalam suasana yang terbatas. Pribadi
yang bisa membawakan ide-ide perubahan dalam pergaulan yang lebih luas,
termasuk dengan pejabat maupun kalangan masyarakat biasa. Dari hasil
pemikirannya yang cemerlang itu pulalah ia mampu menghasilkan konsep
(metode) dakwah (pola perjuangan) yang diistilahkan dengan Sistematika
Wahyu. Konsep ini digali dari kronologi turunnya wahyu yang dikaitkan
dengan sirah nabawiyyah. Konsep inilah yang kemudian dijadikan
manhaj/pijakan gerakan dakwah Hidayatullah.
Kini,
sosoknya telah tiada. Namun, tak seorangpun yang mampu melepas
bayang-bayang Abdullah Said dalam mengiringi kesuksesan Hidayatullah
hingga mampu menjadi lembaga pencetak para kader dakwah yang telah
menyebar luas di seluruh nusantara hingga hari ini. Karenanya, buku
MENCETAK KADER hadir di tengah-tengah kerinduan masyarakat akan sosok
Abdullah Said. Mengulas tuntas kehidupan, pokok pikiran, kiprah dan
perjuangannya dalam menegakkan syari’at Islam. Buku yang mampu mengobati
kerinduan akan kehadirannya ini, seakan menjadi jawaban atas segala
pertanyaan yang tak tersampaikan atau yang tak sempat ia jawab hingga
menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Pembukuan mengenai sejarah Pesantren Hidayatullah memang merupakan sebuah hal yang sangat penting. Sebab, hal-hal yang berkaitan dengan administratif,
dokumentasi, pencatatan, dan penulisan selama ini dianggap telah
menjadi kelemahan dunia pesantren. Padahal, banyak mutiara-mutiara karya
yang terpendam dalam pesantren tapi tidak terpublikasikan. Sehingga
terkadang orang-orang seakan tidak percaya terhadap hal-hal unik yang
terjadi di dalamnya.
Buku
yang ditulis oleh Manshur Salbu ini, berisi sebuah catatan perjalanan
hidup Abdullah Said sekaligus pokok-pokok pikiran dakwah yang ia
kembangkan, latar belakang dan keberhasilannya dalam mendirikan
Pesantren Hidayatullah, hingga wafat dan peralihan kepemimpinannya. Disertai dengan data-data yang konkret berikut tempat, waktu dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Hal tersebut mencerminkan karakter penulis: seorang pencatat, yang sangat telaten dalam melewatkan setiap peristiwa yang terjadi.
Kepiawaian
penulis dalam menuangkan setiap peristiwa yang terjadi dalam bentuk
tulisan dan menyajikannya dengan menggunakan bahasa yang lugas dan mudah
dipahami, mampu membuat pembaca merasa turut andil sebagai pelakon
sejarah dalam setiap kisah yang tertulis. Foto-foto yang terdapat dalam
buku tersebut juga menjadi salah satu bukti bahwa peristiwa-peristiwa
tersebut benar adanya. Meskipun, beberapa foto terlihat tidak sesuai
dengan peristiwa yang sedang dibahas.
Dari
buku yang terdiri dari delapan bab ini, kita dapat mengetahui bahwa
keberhasilan Abdullah Said dalam mengembangkan sayap dakwahnya tidak
stagnan hanya di wilayah Gunung Tembak. Tapi, di seluruh nusantara.
Namun, sangat disayangkan, dalam buku ini penulis tidak mencantumkan di
wilayah-wilayah mana saja Pesantren Hidayatullah telah mengepakkan
sayapnya serta tidak menuliskan lebih rinci mengenai perkembangan
cabang-cabang tersebut sejak didirikan hingga buku ini diterbitkan.
Hal penting yang juga terlewatkan oleh penulis hingga sedikit mengurangi keistimewaan buku monumental ini adalah kualitas sampul buku yang masih sangat jauh dari kualitas buku-buku biografi pada umumnya. Hard cover, seharusnya
adalah pilihan yang tepat bagi penulis atau penerbit. Sebab pada desain
dan kualitas kertas yang digunakan pada sampul buku, terdapat magnet atau daya tarik tersendiri yang menggambarkan kualitas isi buku tersebut.
MENCETAK
KADER pada dasarnya adalah sebuah buku biografi mengenai perjalanan
hidup Abdullah Said, yang dikemas sekaligus menjadi sebuah buku berisi
profil Pesantren Hidayatullah. Selayaknya pada penulisan sebuah buku
biografi yang berbeda dengan penulisan sebuah otobiografi, maka tentu
dibutuhkan adanya keterangan mengenai identitas penulis yang berkaitan
dengan nama lengkap, tempat, tanggal dan tahun kelahiran, pendidikan,
serta foto penulis. Sebab, selain sebagai bentuk pertanggungjawaban
intelektual, identitas penulis ini bertujuan agar pembaca mengetahui dan
mengenal penulis buku atau karya tulis yang sedang mereka baca.
Setidaknya, hal tersebut dapat menjadi referensi bagi pembaca sebelum
melanjutkan untuk membaca isi tulisan. Namun, pembaca tidak menemukan
identitas penulis dalam buku MENCETAK KADER ini.
Kesempurnaan
sebuah karya memang bukanlah suatu hal yang dapat diperoleh dalam satu
langkah. Namun, ia butuh perbandingan dan penilaian yang membuatnya
terdorong untuk sempurna atau tampil lebih baik. Banyaknya kekurangan
yang terdapat dalam buku ini tidak lantas membuatnya tak bernilai.
Sebab, setiap tulisan memiliki banyak sisi yang dapat dilihat dan
dinilai oleh para pembaca.
Banyak hal yang diungkap dalam buku MENCETAK KADER mengenai sosok
Abdullah Said dan Pesantren Hidayatullah, yang tentu bagi mereka yang
tak sempat mengenalnya lebih jauh akan sangat membutuhkan buku ini.
Demikian pula dengan mereka yang termasuk dalam pelakon-pelakon sejarah
dalam proses pembangunan Pesantren Hidayatullah serta mereka yang kini
menjadi bagian di dalamnya. Buku ini ibarat sebuah layar lebar yang
terkembang di depan mata dan telah siap memutar setiap jejak-jejak
perjuangan, setiap kali rasa futur dalam mengurus agama Allah itu
menyergap.
Bagi
para generasi penerus dan pelurus perjuangan agama Allah, ketahuilah
bahwa spirit perjuangan tidak akan didapat hanya dengan melihat
perjuangan yang telah kita lakukan. Tentu ia belum seberapa. Tapi,
dengan menapak tilasi perjuangan para pendahulu, akan terasa bahwa
perjuangan yang kita lakukan belum berarti apa-apa. Selamat membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar