Oleh:
M. Arifduddin
Ketika itu saya masaih duduk di
kelas lima MI (Madrasah Ibtidaiyyah), tepatnya pada tahun 2012. Saya memiliki
adik laki-laki yang masih berusia lima tahun dan saat itu orang tua saya sibuk
dengan pekerjaan mereka. Sehingga saya dan adik saya tinggal di rumah bersama
kakak-kakak saya. Waktu itu bapak saya pulangnya sepekan sekali dan kebetulan
ibu saya ada keperluan di luar kota untuk beberapa hari.
Suatu hari tanpa sepengetahuan
kami, adik saya memain-mainkan paku pines atau paku tindis dan memasukkan paku
tersebut kedalam hidungnya. Dan tanpa
sengaja paku tersebut terhirup olehnya saat
ia bernafas dan ia tidak bisa menggeluarkanya. Karena merasa sakit, ia
pun bercerita kepada kakak saya kalau di hidungnya ada paku pines. Tapi ketika
itu kakak saya tidak percaya, karena ketika diperiksa olehnya, kakak saya tidak
menemukan paku tersebut.
Singkat cerita adik saya pun
mengadu kepada saya kalau di hidungnya ada paku pines. Akan tetapi ketika saya
memeriksanya, saya tidak menemukan paku tersebut. Saya pun berfikir kalau dia
berbohong dan saya pun tidak menghiraukan adauannya lagi.
Beberapa hari kemudian, Bapak
saya pulang dari pekerjaanya dan adik saya pun bercerita kepada Bapak saya
kalau di hidungnya ada paku pines. Bapak saya pun memeriksa hidung adik saya
dan beliau tidak menemukan paku tersebut.
Sehari setelah adik saya
bercerita kepada Bapak saya, Ibu saya pulang kerumah dan adik saya pun bercerita kepada Ibu saya kalau di hidungnya
ada paku pines. Karena Ibu saya percaya kalau anak kecil itu tidak suka berbohong,
ia pun memeriksa hidung adik saya dengan saksama. Ibu saya pun mengurut-urur
hidung adik saya dengan jari telunjuknya, kemudian mulutnya berkomat-kamit
laksana membaca sebuah mantra seraya menteskan air mata, sambil berkata:
“Tekan hidungmu (seperti membuang
ingus) sambil dihembuskan!”
Tiba- tiba “Hech…!” keluarlah
paku pines yang sudah berkarat dan berbalut darah kental yang mulai mongering.
Lantaran penasaran, saya pun
bertanya kepada Ibu saya.
“Bagaimana Ibu menggeluarkan paku
pines itu?”
Ibu saya pun menjawab “Ibu tadi
membaca Surah Al- Fatihah kemudian berdo’a, ‘Ya.. Allah, jika ada paku di
hidung anakku, maka keluarkanlah.”
Berangkat dari kejadian tadi,
saya pun semakin yakin dengan do’a seorang Ibu. Sehingga di saat saya mendapat
sebuah ujian, saya selalu meminta do’a kepada Ibu saya agar diberi kemudahan
oleh Allah untuk menghadapi ujian tersebut.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar