Di
susun oleh :
Iskandar
Ahmad rabbani
Ahmad rabbani
Sekolah
Tinggi Agama Islam Luqman Al – Hakim
Hidayatullah
Surabaya
2011
– 2012
DAFTAR
ISI
Cover .....................................................................................................................................................1
Daftar
Isi .................................................................................................................................................2
Kata
Pengantar .......................................................................................................................................4
Bab
I Pendahuluan ..................................................................................................................................3
Bab
II Pembahasan .................................................................................................................................5
Bab
III Penutup .....................................................................................................................................10
Daftar
Pustaka .......................................................................................................................................11
PENDAHULUAN
Alhamdulillah puji sukur kami haturkan kehadirat
ALLAH SWT yang memberikan kami kekuatan untuk dapat menyelesaikan penulisan ini
serta salam kami yang tak putus – putusnya kepada manusia yang sempurna, cerdas
luar biasa yaitu baginda nabi Muhammad SAW yang membimbing umat manusia dari
kenistapaan hidup, dari manusia yang hidup tanpa aturan menjadi ummat yang
disiplin dan kaya akan ilmu pengatahuandan mengetahui mana yang benar dan yang
batil.
Ucapan terimakasi kami ucapkan kepada teman teman
kami, dosen-dosen kami, dan banyak lagi yang tak dapat kami sebutkan satu
persatu, yang sangat membantu kami dalam menyelesaikan penulisan ini baik
membantu secara moral atau material.
Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini, begitu
pula tulisan ini yang jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan sarannya untuk perbaikan di kemudian harinya.
Semoga saja apa yang penulis curahkan berupa tinta –
tinta tulisan ini dapat bermanfaat buat kita semua dan menambah pengetahuan
kita mengenai ilmu ” PANDANGAN
ORIENTALISME TENTANG NABI MUHAMMAD“.
Amien yaa Robbalalamin.
BAB I
KATA
PENGANTAR
Sebagai mana kita ketahui akhir – akhir ini umat
islam sering diserang oleh orang-orang kafir baik dengan menghancurkan generasi
muda islam atu mengeluarkan pendapat-pendapat yang sangat kontrafersional yang
dapat menyulut emosi umat islam, mereka menggunakan dalil yang sangat
bertentangan dengan islam, atau mereka menafsirkan agama islam itu sesuai
dengan kemaun mereka.
Slah satu yang sangat gencar mereka serang yakni
masaah kenabian yakni nabi Muhammad S.A.W yang mana mereka mengeluarkan
pendapat yang sangat-sangat menghina umat islam pada umumnya dan nabi Muhammad
pada hususnya.
Berangkat dari yang demikian itulah kami sebagai
penulis, di samping tuk menjalankan tgas sebagai tugas akademik penulis penulis
mencoba mengangkat pandangan orientalisme terhadap nabi Muhammad S.A.W.
BAB
II
PEMBAHASAN
Definisi
orientalisme
Definisi Orientalisme secara bahasa[1]
Oriental dalam Bahasa Indonesia berarti
mengenai dunia timur atau negara-negara timur. Sedangkan orientalis berartikan
ahli bahasa, kesusastraan, dan kebudayaan bangsa-bangsa timur .
Orientalisme dalam bahasa arab biasa disebut
Al-Istisroq. Yang berarti mempelajari ilmu ketimuran dan bahasanya.
Dalam kamus-kamus bahasa
Eropa(Inggris,Jerman,Prancis) ada pemaknaan yang berbeda tentang maksud dari
kata timur atau orient. Timur disini bukan berarti Negara-negara timur secara
geografis. Tetapi kata timur disini dititik beratkan pada timur yang
berhubungan dengan tempat terbitnya matahari, cahaya dan petunjuk
terang(Morgenland). Ini kebalikan dari kata barat sebagai tempat terbenamnya
matahari(Abenland). Hal ini disampaikan oleh Sayyid Muhammad syahid dalam
definisinya tentang orientalisme dengan merujuk kamus-kamus bahasa Eropa.
Definisi
Orientalisme secara Istilah
Ada
beberapa definisi Orientalisme. Walau memiliki bermacam definisi, tetapi makna
dan substansinya sama. Yaitu mengenai pembelajaran orang-orang barat terhadap
dunia ketimuran.
Awal Muncul
Orientalisme
Para ilmuan
islam yang mendalami orientalisme berbeda pendapat dalam membatasi kapan awal
munculnya orinetalisme. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang mereka
dalam mendefinisikan orientalis itu sendiri. Apakah orang barat yang hanya
berkunjung ke timur disebut orientalis?atau apakah orientalis adalah
orang-orang barat yang menulis tentang dunia ketimuran?, atau orientalis adalah
orang-orang barat yang belajar dan memperdalam ilmu ketimuran dengan tujuan
apapun?. Dari inilah para ilmuan islam berbeda pendapat:
1.Orientalisme muncul pada akhir abad ke-7 Masehi.
Pendapat ini bersandar pada adanya tulisan-tulisan keislaman oleh beberapa
pemuka Kristen saat itu. Seperti halnya Yuhana Ad-Damasqy .
2.Dikatakan bahwa Orientalisme muncul pada abad
ke-10 Masehi ketika para pelajar barat mulai mempelajari ilmu ketimuran yang
saat itu dipimpin langsung oleh seorang pemuka gereja katolik berkebangsaan
prancis. Ia telah mempelajari bahasa Arab di Qurtuba. Kemudian kembali ke
negaranya guna menduduki posisi sebagai Baba .
3.Bahwa Orientalisme tumbuh pada abad ke-12 Masehi.
Hal ini diperkuat oleh munculnya beberapa karya orientalis saat itu. Seperti
adanya terjemahan pertama makna Al-Qur’an. Begitu juga adanya kamus pertama
Latin-Arab.
4.Sebagian ilmuan dan pemikir Islam berpendapat
bahwa Orientalisme adalah dampak dari perang salib yang merupakan fase akhir
dari rentetan perang antara islam dan Kristen secara militer. Hal tersebut
berangkat dari keyakinan para tentara Salib dari kaum Kristen bahwa Islam tidak
akan pernah bisa dikalahkan dengan militer. Mereka kaum muslimin memiliki
keyakinan hati yang sangat kuat. Mereka sangat gigih dan tidak akan pernah ciut
dengan pedang dan senjata. Satu-satunya cara guna meruntuhkan dan mengalahkan
islam adalah memisahkan mereka dari agama mereka yaitu dua pegangan abadi
Al-Quran dan Sunnah. Dan inilah yang nantinya kemudian di kenal dengan istilah
perang pemikiran(Gozwu Al-Fikr). Salah satu metode ampuh barat menghancuran
islam. Sejak itulah pemuka-pemuka gereja gencar mempelajari Islam. pembelajaran
mereka terhadap Islam tidak berangkat dari keimanan yang bisa memperkuat
keyakinan mereka kepada ajaran Muhammad SAW. Tetapi sebaliknya guna mencari
celah dalam islam yang memungkinkan melemparkan keragu-raguan dihati umat
muslim.
5.Ada juga beberapa ilmuan islam yang berpendapat bahwa munculnya Orientalisme sejak abad ke-18. berawal dari ofensi Napolion seorang berkebangsaan prancis kepada mesir dan negeri-negeri timur lainnya pada tahun 1213 Hijriyah atau 1798 Masehi. Kendatipun ini adalah ofensi militer, tetapi saat itu Napolion juga ditemani sejumlah ilmuan dan pakar.
5.Ada juga beberapa ilmuan islam yang berpendapat bahwa munculnya Orientalisme sejak abad ke-18. berawal dari ofensi Napolion seorang berkebangsaan prancis kepada mesir dan negeri-negeri timur lainnya pada tahun 1213 Hijriyah atau 1798 Masehi. Kendatipun ini adalah ofensi militer, tetapi saat itu Napolion juga ditemani sejumlah ilmuan dan pakar.
B. Pandangan
Orientalis Terhadap Nabi Muhammad SAW
Peter, pendeta di Maimuma, menyebut
Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi palsu. Yahya ad-Dimasyqi atau dikenal juga
sebagai John of Damascus (750 M) juga menulis dalam bahasa Yunani kuno kepada
kalangan Kristen Ortodoks bahwa Islam mengajarkan anti-Kristus. John of
Damascus berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang penipu kepada orang
Arab yang bodoh. Dengan liciknya, dia mengatakan bahwa:
`Muhammad
bisa mengawini Khadijah sehingga mendapat kekayaan dan kesenangan. Dengan
cerdasnya, Muhammad menyembunyikan penyakit epilepsinya ketika menerima wahyu
dari Jibril. Muhammad memiliki hobi perang karena nafsu seksnya tidak
tersalurkan.'[2]
Senada dengan John of Damascus, Pastor
Bede dari Inggris yang hidup pada tahun 673-735 M berpendapat bahwa Nabi
Muhammad Saw adalah seorang manusia padang pasir yang liar (a wild man of
desert). Bede menggambarkan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang yang kasar,
cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosial yang rendah, bodoh tentang
dogma Kristen, dan tamak kuasa. Sehingga ia menjadi penguasa dan mengklaim
sebagai seorang Nabi.
Pada zaman pertengahan Barat, sikap
menghina Nabi Muhammad Saw terus berlanjut. Namun dengan pendekatan yang lebih
lunak. Pada saat itu, Nabi Muhammad Saw disebut sebagai Mahound, atau juga
Mahoun, Mahon, Mahomet, dan Machmet, yang sinonim dengan setan dan berhala di
dalam bahasa Prancis dan Jerman. Jadi, Nabi Muhammad Saw bukan hanya dianggap
sebagai seorang Nabi palsu, bahkan lebih dari itu, Nabi Muhammad Saw merupakan
seorang penyembah berhala yang disembah oleh orang Arab yang bodoh.[3]
Pada era Renaissance (zaman
kelahiran kembali) Barat dan zaman Reformasi Barat, imej buruk terus berlanjut.
Marlowes Tamburlaine menuduh al-Quran sebagai karya setan. Lebih parah lagi,
Martin Luther menganggap Nabi Muhammad Saw sebagai orang jahat dan mengutuknya
sebagai anak setan. Pada zaman pencerahan Barat, Voltaire menganggap Nabi
Muhammad SAW sebagai fanatik, ekstremis, dan pendusta yang paling canggih.
Biografi Nabi Muhammad Saw beserta al-Qur’an terus menjadi sasaran.
Klimovich, yang menulis sebuah artikel
diterbitkan pada tahun 1930 dengan berjudul `Did Muhammad Exist?'. Dalam
artikel tersebut, Klimovich menyimpulkan bahwa semua sumber informasi tentang
kehidupan Nabi Muhammad Saw adalah dibuat-buat. Nabi Muhammad Saw adalah fiksi
yang wajib karena selalu adanya asumsi bahwa setiap agama harus mepunyai
pendiri. Sikap para Orientalis seperti itu tidak bisa disederhanakan
kategorisasinya menjadi Orientalis klasik yang berbeda dengan Orientalis
kontemporer.[4]
Kemudian gerakan ini dilanjutkan oleh
Orientalis kontenporer yang tetap mengusung gagasan Orientalis klasik sekalipun
dengan kadar, level, cara dan strategi yang berbeda. Intinya sama saja yaitu
mengingkari kenabian Nabi Muhammad Saw dan kebenaran al-Qur’an. Penolakan
seperti itu adalah `loci communes' (common places) dalam pemikiran para
Orientalis. Ini bisa dimengerti karena eksistensi agama mereka tergugat dengan
munculnya Islam. Karena hal ini juga, wajar jika kajian mereka kepada Nabi
Muhammad Saw dan al-Quran tidak dibangun dari keimanan, sebagaimana sikap
seorang Muslim.
Para Orientalis beranggapan bahwa wahyu
yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW sebenarnya merupakan sebuah hasil dari
pengadopsian dari berbagai tradisi Yahudi, Kristen, dan Persia. Begitu juga
dalam artikel J. Bryan, yang sedikit menceritakan bagaimana proses Nabi
Muhammad SAW mendapatkan wahyunya:
`Mohammad dalam tahun-tahun awal, memiliki kesamaan
dengan para pedagang Mekah, akrab dengan ajaran adat yang melingkupi berbagai
doktrin yang diajarkan oleh tokoh Ibrani, sebuah bangsa yang baik, dalam bentuk
yang tidak jelas dan membingungkan. Ia telah mempelajari sebagian hal ini dalam
kabilah dagangnya yang ke Suriah, dan dalam beberapa kunjungannya ke
pertemuan-pertemuan syair, nenek moyang Welsh Eisteddfod, yang diadakan secara
rutin di Okadh dan kota-kota lainnya, di mana masalah-masalah keagamaan
dibicarakan secara terbuka. Ia mendapatkan pengetahuan yang lebih jelas dan
dalam dari kaum Hanif, sebuah lembaga kecil yang beranggotakan para pencari
kebenaran, warga Mekah, dan para pelajar tentang Judaisme dan Kristen yang
tekun. Ia karenanya terbina untuk menolak pemberhalaan dan menerima formula
monoteistik yaitu formula La Ilaaha Illallah… Banyak ayat Mekah di dalam
al-Quran ditasbihkan kepada kisah Nabi, diambil dari sumber-sumber Ibrani'.[5]
Lain lagi dengan teori prasangka yang
dibangun oleh Henri Lammens yang mengatakan bahwa: `Mohammad memandang
dirinya sebagai seorang Nabi suci, ia hanya diutus untuk menjadi Nabi bangsa
arab, tapi para muridnyalah yang menjadikannya penuntun agung seluruh manusia.
Antara lain konsekuensi pendekatan historicity
yang mereduksi fakta, adalah seperti yang terjadi pada sirah tentang
surat perjanjian pemboikotan atas Nabi Saw oleh kaum Quraisy yang dimakan rayap
dan tersisa hanya tulisan Bismillah. Semaklah komentar Sprenger berikut:
`Keadaan ini
(surat perjanjian yang dimakan rayap) telah dibesar-besarkan sebagai suatu
nukjizat, tapi bagi mereka yang pernah tinggal di iklim tropis akan
menganggapnya bukan hal yang luar biasa.'[6]
Misalnya lagi komentar Orientalis
terhadap karir keberhasilan Nabi Muhammad Saw dalam misinya menyiarkan syi'ar.
Bagi Voltaire dalam karyanya, `essai surles mœurs' dan `Mahomet',
keberhasilannya karena didorong oleh faktor ambisi dan komunitasnya, dan bukan
karena faktor elemen-elemen agama.
Sementara itu, Washington Irving
mengomentari keberhasilan dakwah Nabi Muhammad Saw itu disebabkan oleh mimpi
dan monomania. Begitu juga dengan kesimpulan Crawford H. Toy yang mengatakan:
`Hal itu
dikarenakan gugup oleh kegembiraannya karena dia memiliki pandangan-pandangan
yang tidak bisa dibedakannya dengan kejadian-kejadian nyata.'[7]
Komentar itu diberikan Toy atas
turunnya Surah al-Lahab di mana Nabi Muhammad SAW berinteraksi dengan
salah satu pamannya Abu Lahab. Bagi Toy, Surah al-Lahab adalah merupakan
sebuah ekspresi kebencian yang bersifat pribadi yang seterusnya menjadi religious
hatred. Sedangkan Torrel membangunkan teori khayalan, dengan menganggap
adanya timbal balik antara pengalaman keberagamaan Nabi Muhammad Saw dengan
pernikahannya dengan Siti Khadijah yang lebih tua. Worrel mengatakan:
`Muhammad
telah mengembangkan bakat puisi dan kenabian pada tahun-tahun akhir
pernikahannya dengan Khadijah, dan kehilangan kedua bakat ini selama tiga belas
tahun dimasa banyak pernikahannya yang lain.'[8]
Selain itu, para orientalis menuding
bahwa poligami nabi Muhammad sebagai bukti bahwa libidonya sangat tinggi. Seandainya
beliau seorang nabi, niscaya akan disibukkan oleh urusan dan tugas kenabiannya
dari pada sibuk dengan wanita.
Dengan alasan inilah, A. L. Tibawy
secara khusus menulis dengan sangat terperinci sebagai ungkapan kritik terhadap
sikap para sarjana Orientalis yang apriori, berprasangka, dan tidak
objektif dalam studi Islam ataupun studi sirah Nabi Muhammad Saw
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, maka dapatlah
diringkaskan bahwa sesungguhnya para Orientalis akan terus menerus mengomentari
dan melontarkan berbagai pandangan mereka perihal Nabi Muhammad SAW, baik
secara konstruktif, lebih jauh lagi secara destruktif.
Semulia apapun kedudukan Nabi Muhammad
Saw di mata kaum Muslimin dan para penjunjung yang lain, tetap tidak akan mengubah
pandangan para Orientalis terhadap beliau. Faktor ini bukanlah disebabkan oleh
kelemahan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang manusia biasa sekaligus utusan
Tuhan Yang Maha Esa yang selalu dimuliakan di mana-mana, tetapi dikarenakan
oleh sikap mereka sendiri yang apriori, berprasangka, dan tidak objektif
terhadap Nabi Muhammad Saw.
Keadaan ini akan terus berlanjutan
sehingga ke akhir hayat dunia ini menemui waktu penghabisannya. Begitulah nasib
para Orientalis dari satu generasi kepada generasi yang lain, di mana mereka
akan terus mewarisi kejahilan dan kegelapan, serta akan terus meraih kerancuan
berfikir dan tenggelam di dalam kesombongan.
Saran-saran
Sebarapa besar bagaimana pun hujatan
yang dilancarkan oleh para orientalis, seyogyanya tidak menyurutkan kadar
keimanan kita sebagai muslim yang pastinya meyakini bahwa Islam merupakan agama
yang paling benar. Justru kita harus semakin giat untuk mengembangkan wawasan
keagamaan, sehingga kita bisa mengkonter apa yang kemudian diwacanakan oleh
para orientalis.
Seiring dengan
perkembangan jaman maka varian metode dan kajian mereka akan semakin berkembang
pula. Maka dari itu, sebagai kader penerus yang memegang tongkat estafet
pengemban tugas kejayaan Islam, maka sudah merupakan kewajiban kita untuk mengatasi
upaya-upaya yang akan terus-menerus melakukan serangan terhadap Islam
DAFTAR PUSTAKA
Badawi, Abdurrahman, Ensklopedi Tokoh Orientalis,
Yokyakarta: LKiS, 2003.
Basir,
Muhammad, Pandangan Kaum Orientalis Terhadap Islam, Yokyakarta: Bentang,
2003.
Jamal, Ahmad
Muhammad, Membuka Tabir; Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam,
Bandung: CV. Diponogoro, 1991.
Nasir, Malki
Ahmad, Orientalis dan Sirah Nabi Muhammad SAW; Sketsa Awal, Islamia:
Kerancuan Orientalis dalam Kajian Islam, Jakarta: Khairul Bayan, 2006
[2] Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir; Upaya Orientalis
dalam Memalsukan Islam. (Bandung: CV. Diponogoro, 1991). hlm. 309
[7] Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir;
Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam, (Bandung: CV.
Diponogoro, 1991). hlm. 324
[8] Malki Ahmad Nasir, Orientalis dan
Sirah Nabi Muhammad SAW; Sketsa Awal, Islamia: Kerancuan Orientalis dalam
Kajian Islam, (Jakarta:
Khairul Bayan, 2006). hlm. 75
Tidak ada komentar:
Posting Komentar